Kamis, 15 November 2012
PERNYATAAN SIKAP FSP TKI LN - SPSI Atas Kasus Hukum TKI di Malaysia
Jakarta, BNP2TKI, Rabu (14/11) -- Kantor BNP2TKI di Jalan MT Haryono Kav 52 Jakarta Selatan pada Rabu siang (14/11) didatangi demonstran yang memprotes kasus pemerkosaan TKI di Malaysia.
Kedatangan para demonstran dari Federasi Serikat Pekerja TKI Luar Negeri (FSPTKILN), SPSI Karawang, dan Komite Pengawas dan Pelindung TKI (KP2TKI) Jakarta itu diterima Kepala Bagian Humas BNP2TKI Hariyanto, Koordinator Crisis Center BNP2TKI Henry Prayitno, dan beberapa staf Deputi Bidang Perlindungan BNP2TKI.
Dalam dialog dengan perwakilan demonstran, Hariyanto mengatakan, BNP2TKI terbuka dengan kritik-konstruktif dari publik. "Kedatangan para demonstran peduli nasib TKI ini kami terima dengan baik dan terbuka. Kritik-konstruktif dan saran yang disampaikan tentu berguna dan memberi manfaat untuk perbaikan nasib TKI ke depan," katanya.
Menurut catatan FSPTKILN, berbagai kasus TKI yang kerap terjadi di Malaysia seperti penyiksaan dan pemerkosaan TKI hingga penembakan WNI oleh Kepolisian Malaysia dengan tuduhan tindak kriminal, dan yang terakhir pemerkosaan TKI oleh tiga polisi Malaysia ternyata pemerintah Malaysia belum menunjukkan itikad baik terhadap Indonesia.
"Terkait kasus-kasus tindak kekerasan, kriminal dan biadab yang terjadi pada TKI di Malaysia itu kami sangat terpukul dan prihatin. Sebagai bangsa yang bermartabat kami mengutuk dan tidak bisa menerima adanya kejadian yang dialami TKI di Malaysia itu," kata Ketua DPP FSPTKILN Untung Riyadi.
"Kami mendorong kepada Pemerintah Indonesia untuk mendesak Pemerintah Malaysia menindak tegas dan menghukum yang seadil-adilnya kepada pelaku," tambahnya.
Ada tujuh pernyataan sikap -- lima untuk Pemerintah Indonesia dan dua untuk Pemerintah Malaysia -- terkait kasus hukum TKI yang kerapkali terjadi di Malaysia yang dibacakan Untung Riyadi.
Lima Penyataan Sikap untuk Pemerintah Indonesia. Pertama, mendesak KBRI di Malaysia segera turun tangan melakukan perlindungan dan pembelaan terhadap TKI yang menjadi korban.
Kedua, KBRI harus menyediakan pengacara untuk mengawal kasus TKI. Selain itu, KBRI juga harus mendesak jaksa Malaysia segera melakukan penuntutan, dan penanganan perkara itu jangan sampai dibiarkan berlarut-larut.
Ketiga, Pemerintah Indonesia agar tetap memberlakukan moratorium terhadap TKI informal sektor Pekerja Rumah Tangga (PRT) ke Malaysia, sampai dilakukannya sistem penempatan dan perlindungan dengan baik.
Keempat, bahwa program pelatihan dan sertifikasi calon TKI untuk jabatan TKI di Malaysia -- yang meliputi PRT/PLRT, baby sitter, caretaker, dan juru masak didalam rumah tangga -- agar ditunda lebih dahulu.
Kelima, Pemerintah harus menindak tegas oknum aparat pemerintah yang melakukan praktik penyimpangan, baik di BNP2TKI selaku operator penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri maupun aparat Imigrasi.
Sedangkan dua Pernyataan Sikap untuk Pemerintah Malaysia. Pertama, bahwa kita (Indonesa - Malaysia) adalah saudara serumpun, maka apapun profesi TKI di Malaysia janganlah merendahkan martabat bangsa Indonesia kami dengan perlakuan sewenang-wenang.
Kedua, mendesak Pemerintah Malaysia untuk memproses hukum para pelaku tindak pidana terhadap TKI secara adil dan transparan.
Menanggapi keprihatinan dan pernyataan sikap yang disampaikan DPP FSPTKILN atas kasus TKI di Malaysia itu, Hariyanto mengatakan, bahwa Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat juga turut prihatin yang sedalam-dalamnya dan mengutuk perilaku keji dan biadab dari aparat Kepolisian Malaysia pada TKI itu. Kepala BNP2TKI juga menuntut kepada Pemerintah Malaysia agar menindak tegas dan memberikan sanksi hukum seadil-adlinya kepada pelaku. "Bahkan, Pak Jumhur didalam pernyataannya di berbagai media menegaskan, meminta kepada Pemerintah Malaysia untuk melakukan pendidikan ulang (reedukasi) bagi aparat Kepolisiannya," kata Hariyanto.(mam/b)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)


Tidak ada komentar:
Posting Komentar